Minggu, 28 November 2010

Perang saudara antar semenanjung korea

Konflik yang kian memanas antara korea selatan dan korea utara membuka peluang perang terbuka diantara kedua negara. Presiden menyampaikan hal itu menanggapi tembakan peluru artileri Korea Utara ke Pulau Yeonpyeong dekat perbatasan laut yang diperebutkan kedua negara.
berikut ini adalah tanggal kronologi kejadiannya:
26 Maret 2010 - kapal perang Korea Selatan Cheonan tenggelam. Korsel menaruh curiga pada Korut. Hubungan kedua negara memanas.

24 November 2010 - Korut melakukan serangan artileri ke pulau Yeonpyeong yang menjadi markas militer Korsel.
Presiden Korea Selatan, Lee Myung-bak, memerintahkan kepada militer untuk menembakkan rudal ke Korea Utara bila negara itu melakukan “provokasi lebih lanjut”.
Korea Utara dan Korea Selatan saling menyalahkan atas salah satu aksi tembak menembak paling serius sejak perang Korea berakhir sekitar 50 tahun lalu.
“Musuh Korea Selatan, meski telah diperingatkan berkali-kali, melakukan provokasi militer secara serampangan dengan menembakkan peluru artileri ke wilayah perairan dekat Pulau Yeonpyeong mulai pukul 1300 waktu setempat,” lapor kantor berita KCNA mengutip pemimpin tertinggi Korea Utara.
Dalam aksi tembak menembak selama sekitar satu jam, puluhan peluru artileri Korea Utara mendarat di Pulau Yeonpyeong milik Korea Selatan. Peristiwa itu menewaskan dua tentara Korea Selatan dan melukai sekitar 50 tentara dan penduduk sipil.
Korea Utara menuduh Korea Selatan menembak lebih dulu. Korea Selatan mengatakan militernya melakukan latihan di dekat Pulau Yeonpyeong, tetapi tidak menembak ke arah Korea Utara.
Perang antar dua Korea pernah terjadi dari 25 Juni 1950 sampai 27 Juli 1953, adalah sebuah konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan. Perang ini juga disebut "perang yang dimandatkan" (bahasa Inggris proxy war) antara Amerika Serikat dan sekutu PBB-nya dan komunis Republik Rakyat Cina dan Uni Soviet (juga anggota PBB). Peserta perang utama adalah Korea Utara dan Korea Selatan. Sekutu utama Korea Selatan termasuk Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Britania Raya, meskipun banyak negara lain mengirimkan tentara di bawah bendera PBB.
Sekutu Korea Utara, seperti Republik Rakyat Tiongkok, menyediakan kekuatan militer, sementara Uni Soviet yang menyediakan penasihat perang dan pilot pesawat, dan juga persenjataan, untuk pasukan Tiongkok dan Korea Utara. Di Amerika Serikat konflik ini diistilahkan sebagai aksi polisional di bawah bendera PBB daripada sebuah perang, dikarenakan untuk menghilangkan keperluan kongres mengumumkan perang.

25 Juni 1950 - artileri telah diluncurkan, tank-tank dan pasukan infanteri Tentara Korea Utara mulai menyerang Korea Selatan, sebuah kawasan di selatannya berseberangan haluan secara politik, yang hanya dipisahkan garis imajiner 38˚.

4 Januari 1951 - Tentara Korea Utara yang dibantu Cina berhasil menguasai Seoul.

27 Juli 1953 - Amerika Serikat, RRC, dan Korea Utara menandatangani persetujuan gencatan senjata. Presiden Korea Selatan saat itu, Seungman Rhee, menolak menandatanganinya namun berjanji menghormati kesepakatan gencatan senjata tersebut. Secara resmi, perang ini belum berakhir sampai dengan saat ini.

Sejak perang 1950-1953, Korea Utara dan Korea Selatan tak pernah mengalami perang terbuka dan total, hanya ada serangkaian perang terbatas. Meskipun kedua negara memiliki dukungan negara besar seperti Amerika Serikat dan Uni Soviet (Rusia), tetap saja tak pernah terjadi perang berskala dan intensitas besar maupun massif. Banyak pengamat yang mengatakan bahwa perang kedua negara bersaudara ini adalah perang Proxy, atau perang yang tak melibatkan kekuatan utama yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet.

Perang tahun 1950-1953 berakhir dengan tanpa kemenangan, kecuali angka korban jiwa yang signifikan di kedua belah pihak. Ketika itu, politik global masih bi-polar, Amerika Serikat dan Uni Soviet, perang masih dalam tataran perang militer, kemajuan tekonologi dan peradaban dunia tak sepesat sekarang. Ketika beragam permasalahan bilateral kedua negara bersaudara ini makin kerap terjadi, bisa saja pihak yang merasa terdzalimi, akan melakukan perlawanan. Siapa yang menzalimi dan terdzalimi tentu subyektif bagi kedua negara. Hal sekecil apapun bisa saja menjadi pemicu perang.

Pertanyaannya, “Jika benar-benar terjadi perang terbuka yang luas, dan massif, kira-kira siapa pemenangnya? atau tetap akan berakhir dengan ketidakjelasan seperti tahun 1953?”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar